,

Melestarikan Satwa Primata Indonesia




Posted: 04 Nov 2010 11:09 PM PDT

orangutan Borneo
Rabu, 3 November 2010 bertempat di IPB International Convention Center [ICC] Bogor dilaksanakan Kongres dan Simposium Nasional IV Perhimpunan Ahli dan Pemerhati Primata Indonesia [PERHAPPI].  Acara bertemakan "Melestarikan Satwa Primata Indonesia di Tengah Ancaman Perubahan Iklim Global" diselenggarakan oleh PERHAPPI, diawali dengan simposium yang dibuka oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam [PHKA] Kementerian Kehutanan.  Dalam sambutannya Dirjen PHKA menyebutkan perlunya dukungan berbagai pihak untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan konservasi secara umum, dan melalui kegiatan konservasi satwa primata pada khususnya. "Pada saat ini ada lebih dari 1000 individu orangutan Borneo yang berada pada lokasi pusat rehabilitasi orangutan di Kalimantan yang sudah siap dilepasliarkan, namun terkendala ketersediaan lokasi yang memenuhi syarat bagi pelepasliarannya", jelas Dirjen PHKA.  Sementara diketahui bahwa Pemerintah Indonesia sudah mencanangkan bahwa pada tahun 2015 ditargetkan tidak ada lagi orangutan pada pusat rehabilitasi di Sumatera maupun di Kalimantan. Sehingga diperlukan upaya bersama untuk mencapai target tersebut.
Pernyataan Dirjen PHKA tersebut menggambarkan kondisi orangutan yang "terpaksa" direhabilitasi untuk dikembalikan ke habitat alamnya, untuk mengembalikan fungsinya yang hilang dalam kesatuan ekosistem.  Kebanyakan orangutan berada di luar habitatnya akibat "keterpaksaan", antara lain akibat diburu secara ilegal untuk diperdagangkan sebagai hewan peliharaan secara ilegal.  Maraknya perburuan dan perdagangan ilegal tersebut terjadi akibat masih adanya persepsi di masyarakat bahwa orangutan adalah satwa yang "lucu" untuk dipelihara dan dianggap "dapat" meningkatkan gengsi bagi pemeliharanya. Pendidikan konservasi untuk meluruskan pemahaman yang "bengkok" tersebut perlu dilakukan untuk mencegah, atau sedikitnya menekan "permintaan" terhadap orangutan sebagai satwa piaraan. Bentuk "paksaan" lainnya yang menyebabkan orangutan keluar dari habitat alaminya adalah adanya alih fungsi penggunaan lahan hutan yang menjadi habitat orangutan menjadi peruntukan lain, baik secara legal maupun ilegal.  Salah satu presenter dalam simposium menyebutkan bahwa 80% alih fungsi lahan adalah untuk perkebunan kelapa sawit.
Contoh di atas baru menggambarkan permasalahan untuk satwa primata orangutan Borneo di Kalimantan, belum lagi tantangan yang dihadapi oleh spesies orangutan Sumatera serta jenis-jenis satwa primata lainnya di Indonesia.  Dwi Nugroho dari WCS menyebutkan bahwa berdasarkan investigasi perdagangan satwa liar di wilayah pulau Sumatera bagian Selatan ternyata dari satwa liar yang diperdagangkan secara ilegal terdapat 64% adalah satwa primata (monyet ekor panjang, kukang, simpai dan lainnya) serta sisanya adalah jenis satwa lainnya.  Hal tersebut menggambarkan betapa besarnya tantangan dalam menyelesaikan permasalahan terkait konservasi satwa primata di Indonesia yang mesti melibatkan kerjasama multi sektor, baik Pemerintah, swasta, peneliti, perguruan tinggi dan masyarakat luas lainnya.
Dalam kesempatan simposium ini disampaikan presentasi yang dibagi dalam 4 sesi oleh para peneliti dan praktisi konservasi primata di Indonesia. Keempat sesi tersebut membahas topik yang cukup menarik, yaitu: ekologi dan konservasi satwa primata; perdagangan dan rehabilitasi satwa primata; primata dalam riset biomedis dan genetik; serta perubahan iklim dan konservasi satwa primata. Dalam kesempatan sore-malam hari dilakukan kongres PERHAPPI untuk laporan pertanggungjawaban kepengurusan periode terdahulu, evaluasi program dan kegiatan PERHAPPI serta pemilihan ketua PERHAPPI. Terpilih sebagai ketua pengurus PERHAPPI adalah Chairul "Uyung" Saleh [dari WWF].  Selamat berjuang bang Uyung, kami mendukungmu.
Anda tertarik untuk berpartisipasi secara aktif dalam konservasi satwa primata di Indonesia? Semua bentuk partisipasi Anda sangat membantu menentukan masa depan konservasi secara umum maupun konservasi satwa primata pada khususnya.  Bergabunglah menjadi anggota PERHAPPI.
[ teks © TNGGP | gambar ©kus-BOSF | 112010 | kuswandono ]
You are subscribed to email updates from Taman Nasional Gunung Gede Pangrango [National Park]
To stop receiving these emails, you may unsubscribe now.
Email delivery powered by Google
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610



--

Baca Terusannya ...

,

Gunung Merapi Meletus Dahsyat


Gunung Merapi meletus lagi, Sabtu dini hari tadi, 30 Oktober 2010. Letusan kali ini terbilang dahsyat, diikuti hujan abu yang berlangsung lama.
“Dini hari tadi Merapi meletus, sekitar pukul 01.16 WIB,” kata Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Surono, saat dihubungi VIVAnews.

Surono menggambarkan kejadian saat letusan dini hari tadi. “Tinggi asap 3,5 kilometer, warna hitam, masyarakat panik. Seramnya seperti itu,” kata dia.

Paniknya masyarakat, tambah Surono, diakibatkan letusan besar yang terdengar dari arah Merapi. “Masyarakat belum pernah mendengar Merapi bikin petasan sebesar itu.”

Sementara ini, ledakan semalam tidak berpengaruh pada kondisi gunung teraktif di dunia itu. “Nggak masalah, Merapi tetap aktif, tetap gagah,” jelas Surono.


Sesaat setelah letusan dini hari, hujan abu dahsyat menyapu ke segala arah. Semburan dari puncak Merapi terjadi selama 22 menit ke arah barat daya menuju Pakem, Kali Boyong, dan Kali Krasak. Warga semakin panik karena radius hujan abu mencapai 20 km.

Suasana di sekitar jangkauan letusan sangat hiruk pikuk dan kacau. Karena warga coba mengungsi sejauh mungkin menggunakan kendaraan yang ada.

Menurut keterangan Staf Khusus Presiden Bidang Bencana Alam, Andi Arief, abu vulkanik malam ini sampai ke kilometer 19 di Kaliurang. “Arah muntahan Merapi ke arah barat, Magelang, dan sekitarnya.”

Ini adalah letusan kedua Merapi. Sebelumnya pada 26 Oktober lalu, Merapi memuntahkan awan panas dan abu. Saat itu, 35 orang tewas termasuk juru kunci Merapi, Mbah Maridjan, dan wartawan VIVAnews.com, Yuniawan Wahyu Nugroho. Yuniawan tewas saat mencoba menjemput sang penjaga Merapi.

Bandara Ditutup Pukul 05.30 WIB
Kali ini hujan abu juga berdampak ke sektor penerbangan. Bandara Adisucipto Yogyakarta sempat ditutup. Petugas bandara, Reni, mengakui bandar udara internasional itu memang sempat ditutup, tepatnya pukul 05.30 WIB sampai pukul 07.05 WIB.

“Bandara ditutup sekitar 1,5 jam,” kata Reni ketika dihubungi VIVAnews. “Runway [landasan] tertutup debu sehingga penerbangan dihentikan.”

Setelah dibersihkan, bandara dibuka kembali. “Tadi mulai pukul 07.05 WIB dibuka, sudah ada boarding,” tambah dia.

Sebelumnya, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Surono menjelaskan setelah Merapi meletus, asap hitam membumbung tinggi. Warga panik karena hujan debu dan bunyi ledakan yang luar biasa keras. “Masyarakat belum pernah mendengar Merapi bikin petasan sebesar itu.” [VivaNews]
Baca Terusannya ...

,

Bencana , WABUP boyolali malah plesir ke BALI


Boyolali - Saat ini terdapat sekitar 20 ribu Boyolali mengungsi karena erupsi Merapi. Namun justru pihak yang paling berwenang mengurusinya saat ini sedang nglencer ke Bali dengan alasan kunjungan kerja.

20 Ribu orang tersebut berasal dari sejumlah desa rawan becana Merapi di tiga kecamatan di Boyolali, yaitu Kecamatan Selo, Kecamatan Musuk, dan Kecamatan Cepogo.

Saat ini, Jumat (5/11/2010), mereka ditampung di 14 titik di dalam Kota Boyolali, yang telah berada di zona aman yaitu lebih dari 20 km dari puncak Merapi. Konsentrasi pengungsian terbesar adalah di pendopo kabupaten dan di GOR Boyolali.

Dalam kondisi seperti itu, wakil bupati dan Kepala Kesbangpolinmas Kabupaten Boyolali justru meninggalkan daerahnya yang sedang rawan. Padahal instansinya adalah yang paling berwenang menangani masalah bencana dan pengungsian.

Wabup, Agus Purmanto, berangkat ke Bali sejak 3 Nopember lalu bersama Kepala Bakesbangpolinmas Boyolali, Sumantri DM, perwakilan dari Humas Informatika dan Protokol serta seorang dari Setwan. Mereka mengadakan kunjungan kerja ke Kabupaten Jembrana untuk mempelajari e-vote atau pilkada elektronik.

Keputusan itu sebenarnya telah ditentang oleh pihak DPRD mengingat kondisi Merapi yang kian kritis. Bahkan Komisi I DPRD Boyolali yang semula juga diajak serta, kemudian memutuskan tidak bersedia berangkat.

Wakil Ketua DPRD Boyolali, Tanthowi Jauhari, mengkritik keras langkah yang dilakukan wabup dan Kepala Bakesbangpolinmas tersebut. Apalagi, lanjutnya, salah satu tupoksi Bakesbangpolinmas adalah menangani masalah bencana.

"Kami menyesalkan sikap wabup dan Kepala Bakesbangpolinmas yang tetap keras kepala berangkat kunker dalam kondisi seperti ini. Kami juga lebih menyesalkan lagi sikap bupati yang tetap mengijinkan mereka berangkat," ujar Tanthowi.

Alasan Bupati Boyolali bahwa sudah ada pembagian tugas yang jelas serta pemerintahan harus tetap berjalan meskipun ada bencana, dinilai Tanthowi sebagai alasan yang mengada-ada.

"Apa kalau mereka tidak berangkat ke Bali lalu mengurusi pengungsi lalu pemerintahan juga berhenti. Kami menghargai bahwa masalah e-vote itu bagian dari inovasi, tapi pendalaman tetntang itu sebenarnya bisa dilakukan lain waktu dalam kondisi daerah yang lebih tepat," lanjutnya.

Dia juga memaparkan saat ini banyak pengungsi yang tercecer dari keluarganya karena tidak komunikasi yang cukup. Bahkan saat ini ada 65 pengungsi yang harus dirawat di rumah sakit.

"Banyak relawan dari luar masuk ke Boyolali untuk menolong korban, tapi justru yang paling berwenang mengurusi justru tidak peduli," ujar politisi PAN tersebut.
Baca Terusannya ...

Bupati Boyolali: Mengungsi itu Hak Warga

Metrotvnews.com, Boyolali: Bupati Boyolali Seno Samudro menolak zona rawan yang ditetapkan Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) sejauh 20 kilometer. Ia mengaku memiliki prosedur tersendiri penanganan pengungsi akibat erupsi Gunung Merapi.

"Kalau suruh mengungsi, kami siap. Tetapi kalau ada pembatasan zona rawan tentu saja kami tidak setuju karena justru membuat masyarakat menjadi panik," kata Samudro di Boyolali, Sabtu (6/11). Menurut dia, tidak perlu ada pembatasan delapan kilometer, 15 kilometer, atau 20 kilometer. Sebab, jika merasa keamananannya terancam pasti warga akan mengungsi ke tempat aman.

Samudro mengatakan, dirinya sudah memiliki prosedur tetap penanganan pengungsi dan itu yang dilakukan untuk mengatasi pengungsi daerahnya. "Kami tidak melakukan penjemputan masyarakat yang lereng Gunung Merapi secara paksa karena mengungsi adalah hak mereka. Kalau dipaksa, tetapi tidak mau, ya terserah mereka saja," kata Samudro.

Ditanya tentang jumlah pengungsi dari Kabupaten Boyalali, Samudro mengatakan, sampai Jumat (5/11) malam mencapai 33.400 orang. Tetapi Sabtu pagi bertambah dan kini sudah mencapai 40 ribu orang. "Kami bantu sekuat tenaga untuk meringankan beban pengungsi dan kami tidak membatasi mereka mengungsi sampai kapan, yang terpenting kondisi aman terlebih dulu," katanya.

soal permasalahan yang dihadapi pengungsi, Samudro mengatakan, pengungsi mengeluhkan soal keterbatasan tempat mandi, Cuci, dan Kakus (MCK). "Kita akan siapkan yang sifatnya tidak permanen karena kalau membuat baru atau representatif tentunya memerlukan waktu yang lama," katanya.

Soal dampak perekonomian akibat erupsi Gunung Merapi yang berada pada ketinggian 2.968 meter di atas permukaan air laut tersebut, dia mengatakan, yang jelas pasokan sayuran dari Kabupaten Boyolali ke beberapa daerah sekitarnya seperti Surakarta menjadi terhambat.

Dia mengatakan, selama arus pengungsian akibat erupsi Merapi ini, sudah terjadi aksi pencurian perangkat komputer di beberapa sekolah di Kecamatan Selo dan Cepogo. "Saya mendapat laporan dari petugas bahwa ada aksi pencurian terhadap komputer milik sekolah di sana, soal jumlahnya saya belum bisa menyebutkan," katanya. Ia menyayangkan aksi tersebut.(Ant/DOR)
Baca Terusannya ...